Kunang-Kunang di Tepi Jendela
Oleh: Ririn Widiya
Mendung itu seakan tahu
isi hatiku dalam kesendirian ini. Aku duduk termenung menatap langit dari balik
jendela. Rintik hujan perlahan-lahan membasahi bumi. Aku menunggu kunang-kunang
yang setia menemaniku setiap malam. Secercah air hujan membasahi mukaku. Segar
kurasakan perlahan. Aku tersadar, ini masih sore, hanya gelap karena mendung
seakan mirip malam hari. Dingin semakin menusuk. Aku segera beranjak pergi menuju
taman.
Masih kuingat tepat jam
4 sore di taman ini sebulan yang lalu dia memutuskan sepihak hubungan yang
sudah dibangun selama 3 tahun denganku. Dia “Ardhani” tanpa alasan yang jelas
pergi meninggalkanku. Aku duduk di taman saat sebulan yang lalu Aku bertemu
dengannya. Hujan semakin deras Aku tidak peduli. Sungguh Aku tidak peduli.
Apakah ini yang dinamakan “Patah Hati”. Aku ditemani hujan deras, menggigil
kedinginan.
Tiba-tiba datang
sesosok pria misterius dari ujung jalan sambil berteriak. “Hai, siapa disana!
Ini tempatku, bukankah tiap hari jumat jam 4 sore Aku standbay disini!
Pergilah.” kata pria itu dengan tidak sopan. “Apa maksudmu, ini taman milik
pemerintah. Tempat umum, apa kamu yang membeli tempat ini. Jangan sembarangan
ya? Aku warga sini jadi aku berhak duduk disini”, jawabku kesal.
Hujan mulai reda, hanya
sedikit rintik membasahi bumi. “Kalau dipikir-pikir ngapain ya seorang gadis
sore menjelang malam di sini, kecuali gadis itu sedang stress” katanya sambil
senyum-senyum menggodaku. “Kurang ajar sekali kau, terserah apa katamu, aku
akan tetap duduk di sini”, jawabku santai. Entah apa yang akan dilakukannya,
sebenarnya aku penasaran juga tetapi aku malas bertanya padanya. Hampir setiap
hari aku ke sini. Semakin hari, hatiku semakin sakit. Apalagi saat mengingat
kenangan indah bersamanya. Aku masih melamun ditemani sisa rintik air hujan.
“Heiii, kau dengar aku tidak?” celotehnya sambil teriak ke arahku.
Aku diam, masa bodoh
dengan permintaannya agar aku pergi dari sini. Aku pun tak menolehnya. Aku
bagaikan orang stress dengan pikiran kosong. Baru kali ini aku pacaran dan baru
kali ini aku sakit hati. Kalau tidak ingat dosa, tidak ingat orangtua mungkin
aku sudah bunuh diri. Oh tidak, bodohnya kalau aku melakukan hal itu.
“Kau sedang patah hati
ya?” ujarnya sambil memandang ke arahku. Tiba-tiba dia duduk di kursi taman
tempatku duduk. “Bukan urusanmu,” jawabku ketus. “Iya kan, benar kan?” ujarnya
sambil sedikit menggodaku. “Kalau iya kenapa? Apa kau bisa menyembuhkan luka di
hatiku,” jawabku sambil teriak ke arahnya.
“Aku juga pernah
mengalaminya,” katanya perlahan. “Siapa namamu?” tanyaku penasaran. “Namaku
David, siapa namamu?” katanya sambil mengajakku bersalaman. “Namaku Rena, Rena
Pramitha,” jawabku sambil bersalaman. “Maafkan aku telah menggunakan tempatmu,”
kataku menunduk. “Eh, lihat ada pelangi! Indah sekali padahal matahari sudah
tidak kelihatan, tetapi langit begitu cerah ditambah hiasan pelangi menambah
indahnya panorama alam.”
Kami terdiam sambil
memandang pelangi yang sangat indah. Tiba-tiba David membuka tasnya yg ternyata
berisi biola. Jadi selama ini tempat ini menjadi sarana bermain biola untuknya.
“Kalau kau tidak suka mendengarkan biola, pergilah, tidak apa-apa” katanya
perlahan. “Aku suka mendengarkan biola, apalagi di saat suasana hatiku sedang
kacau. Ambil alat gesekmu, mainkanlah” kataku sambil memperhatikannya. Ternyata
David begitu rupawan. Cakep banget, mirip “Won Bin” aktor korea yang main di serial
“Endless Love” hanya perasaanku atau memang benar adanya. Aku memandanginya
sambil tersenyum.
Tiba-tiba David
memainkan alat musiknya dengan sangat indah sekali. Alunan nada khas biola yang
begitu merdu. Dia memainkan instrument dari film “Endless Love”, aku pikir biola
cocok sekali dengannya dengan perawakan tinggi kulit kuning. Aku mendengarkan
sambil memandang wajahnya. Sungguh indah sekali, tak terasa air mataku menetes
perlahan. Dia masih terus memainkan. Dia sangat menikmati biolanya. Aku
mengkhayal bebas membayangkan berada di suatu pentas musik bersamanya.
“Pulanglah, sudah
hampir maghrib, tidak baik bagi wanita berada di tempat ini,” katanya memecah
lamunanku sambil menghentikan musik biolanya. “Aku masih ingin disini. Aku
tidak mau pulang. Aku senang bersamamu meskipun kita baru saja kenal. Aku
merasa kita sudah kenal lama sekali” jawabku. “Aku juga merasakan hal yang
sama,” katanya sambil tersenyum. Dia jauh lebih baik dari Ardhian. Sepertinya
aku terlalu bodoh hingga mau memilih Ardhian si dekil item jelek tukang selingkuh
itu. Aku sangat menyesal, seandainya waktu bisa diputar.
“David, aku hampir
setiap hari kesini kenapa baru kali ini aku berjumpa denganmu? Apa kita pernah
bertemu sebelumnya?” tanyaku mengagetkannya. “Aku melihatmu sudah sejak lama. Aku
kasihan padamu, bahkan saat melihatmu seminggu yang lalu saat kau mau mencoba bunuh
diri rasanya aku ingin melindungimu.” jawabnya. Aku kaget, bahkan dia tahu aku
sempat hampir bunuh diri. Aku sangat malu padanya.
“Dimana rumahmu David,
boleh aku main ke tempatmu?” tanyaku mengagetkannya. “Jalan anggrek, no.18.”
jawabnya pelan. “Kamu kenapa? Apa aku tidak boleh maen ke tempatmu?” kataku
lirih. David pun mengajakku pergi. “Pulanglah, nanti orangtuamu
mengkhawatirkanmu.” pintanya. David berlari pergi sambil berteriak. “Aku pulang
ya, nanti malam aku akan mengirim pesan ke rumahmu melalui kunang-kunang,
daaa”. Kunang-kunang, aku jadi teringat kunang-kunang yang setiap malam
menemaniku di tepi jendela. Apakah itu kunang-kunang darinya. Hari hampir
petang aku masih memandang ke langit. Tiba-tiba ibu menelponku dan membuyarkan
lamunanku, ibu menyuruhku untuk pulang. Tadi aku mimpi apa tidak ya. David oh
David kau sungguh mempesona.
Hari
ini hatiku lumayan tenang karena bertemu sesosok pria romantis yang baik hati. Mudah
sekali aku jatuh cinta padanya. Rasanya sakit di hatiku sudah berkurang. Ibu
pun terheran-heran dengan sikapku. Ah sepertinya aku jatuh cinta padanya jatuh
cinta yang kedua dan ini lebih dalam dari sebelumnya, hmmm namanya “David”. Aku
akan ke rumahnya besok. Aku duduk di tepi jendela menunggu kunang-kunang yang
setiap malam menemaniku untuk mengucapkan selamat malam. Ye ye ye,
kunang-kunang itu sudah datang. Selamat malam kunang-kunang, ini waktuku untuk
tidur karena besok aku akan bertemu dengan David pagi hari gumamku dalam hati.
***
“Ibu aku pergi dulu ya,”
kataku dengan wajah ceria. “Mau kemana, pagi-pagi begini, ayo sarapan dulu,”
jawab ibu sambil membawakan makanan untukku. “Nanti David keburu pergi ke
kampus bu, aku ingin ke rumahnya?” jawabku sambil berlalu pergi dengan mengayuh
sepeda. “David siapa?” Tanya ibu. “Daaa ibu, nanti pulang aku cerita deh, oke”.
Hatiku berbunga-bunga, hari ini aku akan bertemu David lagi. Sambil
membayangkan sosok David yang begitu rupawan. Seandainya dia benar-benar
menyukaiku gumamku sambil berkhayal.
Pagi
yang cerah secerah hatiku. Sambil mengayuh sepeda dengan kencang aku berangkat
pergi ke perumahan kota di dekat taman. Mencari Jalan anggrek, itu kan
perumahan orang-orang elit. Kebanyakan yang tinggal disitu adalah para pejabat
dan para pengusaha yang jelas berduit gumamku dalam hati. Nah, ini dia
Jl.Anggrek No.18. Saat aku lihat rumahnya besar sekali. Rupanya si David anak
orang kaya. Mendadak minder antara ragu dan keinginan untuk bertemu David. Nekat
aku pencet bel. “Ding Dong” (memencet bel sambil memejamkan mata).
Seorang
satpam berbaju rapi membukakan pintu gerbang untukku. “Mau bertemu dengan siapa
nona?”, Satpam itu mengagetkanku seketika aku langsung membuka mata “Saya Rena
pak, temannya David?” jawabku sambil tersenyum. “Tapi nona, tuan David..” kata
satpam itu dengan wajah sendu. “Siapa pak hendri?” tiba-tiba dari seberang teras
seorang wanita setengah baya keluar dari rumah mewah itu. “Non Rena nyonya,”
jawab satpam pada majikannya. “Biarkan dia masuk saya ingin bicara dengannya?”
jawabnya halus.
“Silahkan
duduk Rena,” jawab wanita paruh baya yang masih kelihatan cantik dan keibuan,
sepertinya ini mamanya David. “Saya mamanya David, panggil saya Tante Mer. Sejak
dua tahun yang lalu David selalu bercerita tentangmu, dia sangat menyukaimu.”
katanya mengagetkanku. “Maksud tante, David sudah tahu aku sejak dua tahun yang
lalu?” jawabku kaget. Senangnya ternyata David adalah “The Secret Admirer” dia
pengagum rahasiaku seperti mimpi, kenapa tidak bilang dari dulu sih David. “Iya,
kamu gadis yang manis tapi sayang kamu sudah memiliki kekasih sehingga David
tidak berani mengungkapkan perasaanya padamu?” jawabnya membuatku terhenyak.
“Tante,
aku habis di putus sepihak dengan kekasihku. Dia sangat jahat, sudah dua tahun
ini dia selingkuh di belakangku. Aku juga menyukai David tante. Kenapa baru
kemarin aku bertemu dengannya. Dia pria yang baik. Dimana David sekarang
tante?” jawabku nerocos sambil penasaran karena dari tadi David tidak muncul
juga. Padahal aku sudah dandan begitu cantik begini. “Apa!!! kamu bertemu David
kemarin? Itu tidak mungkin! mungkin kamu sedang berkhayal” jawab tante Mer
kaget. “Kenapa tidak mungkin tante.” jawabku kaget.
“Rena
sayang, David… David sudah meninggal 40 hari yang lalu karena kecelakaan,” kata
tante sambil meneteskan air mata. “Apa???, Benarkah tante???” jawabku shock dan
setelah itu akupun pingsan. Setelah sadar, tante menceritakan semuanya dan
memberikan sebuah buku diary miki David. Sebuah buku yang dipesankan David
sebelum meninggal agar diberikan padaku. Jadi, siapa yang aku temui kemarin,
ini khayal, tidak mungkin.
Sepanjang
perjalanan pulang aku menangis. Aku menangis tiada henti. Sesekali aku melihat
lalu lalang orang beraktivitas. Saat melewati taman kota aku tak melihat
siapa-siapa disana. Aku terus berjalan mengayuh sepedaku sampai ke rumah. Aku
menangis sambil memeluk ibuku. Aku menceritakan semuanya pada ibuku. Kenapa
David harus pergi, kenapa bukan Ardhian saja yang meninggal. Lalu siapa yang
aku temui kemarin. Kata-kata yang terlontar spontan dari mulutku.
Malam
ini aku membaca diary di halaman pertama: “Pertama
kali melihat gadis ini duduk di taman menunggu kekasihnya. Padahal baru saja
aku melihat kekasihnya jalan dengan gadis lain. Gadis itu sangat manis dan
lugu. Ingin rasanya aku melindunginya, tapi siapa aku.” Aku membaca sambil
meneteskan air mata. Bahkan David tahu siapa sebenarnya Ardhian. Aku melihat ke
jendela kunang-kunang yang aku tunggu masih belum datang.
Aku
melanjutkan membaca catatan demi catatan “Gadis
itu berangkat ke sekolah sangat pagi sekali sambil mengayuh sepeda. Demi bisa
tahu siapa dia aku pun ikut naik sepeda di pagi hari. Aku bertanya pada
siswa-siswa yang sedang ada disana. Akhirnya dapat informasi, dia bernama Rena.
Ingin sekali aku berkenalan dengannya. Sungguh dilemma buatku karena dia sudah
punya kekasih.” Kenapa, kenapa semua ini terjadi padaku. Aku menangis
menyesali semua yang terjadi. Aku masih terus melanjutkan membaca diarynya. Aku tidak peduli air mataku
menetes terus menerus.
“Aku bertemu lagi dengan gadis ini waktu
pulang kuliah. Dia masih duduk di bangku SMA. Sepertinya dia baru saja menerima
kelulusannya. Dia pulang sambil mengayuh sepeda. Aku mengikuti di belakangnya.
Dia tidak melihatku karena aku ada di dalam mobil.” Akupun mengingat-ingat
peristiwa ini. Aku ingat waktu itu ada mobil mercy hitam yang mengikutiku. Aku
pikir dia penculik karena waktu itu sedang maraknya penculikan gadis di TV. Akupun
melewati gang-gang kecil yang tidak bisa dilewati mobil. Ternyata itu kamu
David. Seandainya aku tahu.
Malam
ini aku masih melanjutkan membaca catatan-catatan yang masih belum aku baca.
Aku sangat mengkhayati catatannya. Dia pria yang sangat baik meskipun dia belum
pernah pacaran. Dia sangat setia pada orang yang di cintainya. Aku sangat
menyayanginya, tapi Tuhan lebih menyayangi dia. Begitu cepat Tuhan
mengambilnya. Sampai malam ini belum ada kunang-kunang yang menghampiriku.
Hampir
selesai aku membaca diarynya, mungkin
malam ini selesai. Aku kembali duduk di samping jendela menunggu kunang-kunang
yang akan memberikan pesan David untukku. Yeaaaa, akhirnya kunang-kunang itu
datang merapat di tepi jendela. Aku mengambilnya dengan penuh kerinduan seakan
kunang-kunang itu bicara menyampaikan pesan David untukku: “Aku bahagia disini
Rena, setidaknya aku sudah menyampaikan semua isi hatiku di buku diaryku. Aku meminta ibuku memberikannya
padamu. Terimakasih telah membuatku mengerti apa arti cinta. Sampai jumpa Rena.
Aku mencintaimu” (sama seperti kata-kata terakhir di buku diarynya). Terimakasih David telah memberikan cinta terakhirmu
untukku.
Aku menangis tiada
henti sepanjang malam. Tidak pernah aku merasakan kebahagiaan bersama Ardhian.
Tetapi dengan David walau hanya sesaat dan sangat singkat, bisa membuatku
benar-benar bahagia. Aku telah jatuh cinta padanya. Tuhan cobaan ini begitu
berat untukku. Mungkin ini sudah suratan takdirku. Aku harus menerimanya dengan
ikhlas.
Besok adalah hari
pertamaku masuk kuliah. Aku harus bersemangat. Aku yakin suatu saat nanti Tuhan
pasti akan memberikan pasangan terbaik untukku seperti David mungkin atau
bahkan lebih. Kunang-kunang itu masih menemaniku di tepi jendela. Hingga aku
terlelap. Selamat malam kunang-kunang.
Duhai
ladang kehidupan yang menciptakan beribu hikmah tiada tara. Duhai keindahan
bagi yang bisa menangkapnya. Mungkin ini salah satu karunia yang tiada
akhirnya. Meskipun kadang kudapati diriku tak lagi menemukan keindahan yang
bisa kuterpakan dalam ruang kalbuku.
Bersama
potongan-potongan kehidupan mungkin aku ingin berkata. Suatu saat mungkin kita
akan kembali bersama. Sebagaimana sungai semua akan kembali bersama. Menyatu
bersama deburan ombak dan kemilau cahayanya.
Terimakasih atas
percintaan tanpa sepotong pertemuan pun. Tanpa tanganmu menyentuh jemariku, atau bibirmu hinggap di keningku.
(Cerpen tulisan pribadi saat masih kuliah dulu semoga menginspirasi ^_^ )
(Cerpen tulisan pribadi saat masih kuliah dulu semoga menginspirasi ^_^ )
Waktu aku baca ulang cerpenku sendiri pengin nangis aja rasanya soalnya sambil menghayati dan membayangkan.. :'(
BalasHapusKunang-kunangnya indah banget... Coba ngelihat langsung ya g cuma di foto.. Lohhh 'gagal fokus' :p
BalasHapus@Yulian: Hahahaha tidak apa-apa, kunang2nya memang bagus kok :D
BalasHapusCeritanya cukup mengharukan.. :)
BalasHapusTerimakasih ^^
Hapus